Jumat, 14 Oktober 2011

operasi dalam matriks

14 oct 2011

Penjumlahan dan Pengurangan Matriks

Jika matriks A dan B mempunyai ordo (dimensi) yang sama, maka
  • penjumlahan A + B adalah sebuah matriks yang diperolah dengan cara menjumlahkan setiap elemen A dengan setiap elemen B yang seletak.
  • pengurangan AB adalah sebuah matriks yang diperolah dengan cari mengurangkan setiap elemen B dari setiap element A yang seletak.
Jika A =

a11a12a1n
a21a22a2n
a41a42amn

dan B =

b11b12b1n
b21b22b2n
b41b42bmn

A + B =

a11+b11a12+b12a1n+b1n
a21+b21a22+b22a2n+b2n
a41+b41a42+b42amn+bmn

AB =

a11b11a12b12a1nb1n
a21b21a22b22a2nb2n
a41b41a42b42amnbmn

Dua matriks yang mempunyai ordo (dimensi) yang berbeda tidak dapat dijumlahkan atau dikurangkan.
Contoh
A =

[
12
0-3
]

dan B =

 [
31
-12
 ]

A + B =

 [
12
0-3
]

+

[
31
-12
]

=

[
43
-1-1
]

AB =

 [
12
0-3
 ]


[
31
-12
]

=

[
-21
1-5
 ]


Perkalian Matriks

Jika A adalah sebuah matriks berordo m × r dan B adalah sebuah matriks berordo r × n, maka hasil perkalian AB adalah sebuah matriks yang berordo m × n dan setiap elemen dari baris i dan kolom j adalah jumlah dari perkalian elemen-elemen baris i dari A dan kolom j dari B.
Elemen (AB)ij di baris i dan kolom j dari AB adalah
(AB)ij = ai1b1j + ai2b2j + ai3b3j + … + airbrj
Matriks A dan B hanya dapat dikalikan jika banyaknya kolom dari A sama dengan banyaknya baris dari B.
Contoh
A =

[
121
0-32
 ]

dan B =

 [
3101
-1230
0-211
]

AB =

 [
121
0-32
]


[
3101
-1230
0-211
]

=

[
1372
3-10-72
]

  • Elemen baris 1 kolom 1 dari AB adalah jumlah dari perkalian elemen-elemen di baris 1 dari A dan elemen-elemen kolom 1 dari B, yaitu:
    (AB)11 = (1)(3) + (2)(-1) + (1)(0) = 1
  • Elemen baris 1 kolom 2 dari AB adalah jumlah dari perkalian elemen-elemen di baris 1 dari A dan elemen-elemen kolom 2 dari B, yaitu:
    (AB)12 = (1)(1) + (2)(2) + (1)(-2) = 3
  • Elemen baris 2 kolom 1 dari AB adalah jumlah dari perkalian elemen-elemen di baris 2 dari A dan elemen-elemen kolom 1 dari B, yaitu:
    (AB)21 = (0)(3) + (-3)(-1) + (2)(0) = 3
  • Dan seterusnya

Matriks balikan (invers)

Invers dari sebuah matriks A adalah matriks A-1 dimana A A-1 = I
Misalnya, jika
A =

 [
-32
5-4
]

, maka A-1 =

[
-2-1
-2,5-1,5
 ]

karena A A-1 =

[
-32
5-4
]


[
-2-1
-2,5-1,5
]

=

[
10
01
 ]

Salah satu cara untuk mencari invers dari sebuah matriks A adalah dengan menggunakan rumus berikut ini
A-1 = adj(A)
det(A)

Jika determinan dari matriks itu adalah 0, maka matriks tersebut tidak mempunyai invers dan matriks itu disebut matriks singular.
Cara lain untuk mencari invers dari sebuah matriks adalah dengan menambahkan matriks identitas di sebelah kanan matriks tersebut kemudian menggunakan metode Eliminasi Gauss-Jordan untuk menyederhanakan matriks itu sampai ke bentuk Eselon-baris tereduksi.

Metode untuk menyelesaikan sistem persamaan linier

14 oct 2011

Paling sedikit ada lima cara / metode untuk mencari solusi sistem persamaan linier.
  • Eliminasi
  • Substitusi
  • Grafik
  • Matriks Invers
  • Eliminasi Gauss/ Eliminasi Gauss-Jordan
Sebagai contoh, marilah kita coba untuk mencari solusi sistem persamaan linier dengan tiga variabel berikut ini
x+yz=1    (1)
8x+3y6z=1    (2)
−4xy+3z=1    (3)

Metode eliminasi

Metode ini bekerja dengan care mengeliminasi (menghilangkan) variabel-variabel di dalam sistem persamaan hingga hanya satu variabel yang tertinggal.
Pertama-tama, lihat persamaan-persamaan yang ada dan coba cari dua persamaan yang mempunya koefisien yang sama (baik positif maupun negative) untuk variabel yang sama. Misalnya, lihat persamaan (1) dan (3). Koefisien untuk y adalah 1 dan -1 untuk masing-masing persamaan. Kita dapat mejumlah kedua persamaan ini untuk menghilangkan y dan kita mendapatkan persamaan (4).
x+yz=1    (1)
−4xy+3z=1    (3)
-------------------------+
−3x  +2z=2    (4)
Perhatikan bahwa persamaan (4) terdiri atas variabel x dan z. Sekarang kita perlu persamaan lain yang terdiri atas variabel yang sama dengan persamaan (4). Untuk mendapatkan persamaan ini, kita akan menghilangkan y dari persamaan (1) dan (2). Dalam persamaan (1) dan (2), koefisien untuk y adalah 1 dan 3 masing-masing. Untuk menghilangkan y, kita kalikan persamaan (1) dengan 3 lalu mengurangkan persamaan (2) dari persamaan (1).
x+yz=1    (1)     × 3    3x+3y3z=3    (1)
−8x+3y6z=1    (2)
−8x+3y6z=1    (2)

--------------------------

−5x  +3z=2    (5)
Dengan persamaan (4) dan (5), mari kita coba untuk menghilangkan z.
−3x+2z=2    (4)     × 3    −9x+6z=6    (4)
−5x+3z=2    (5)     × 2    −10x+6z=4    (5)

-------------------------

x  =2    (6)
Dari persamaan (6) kita dapatkan x = 2. Sekarang kita bisa subtitusikan (masukkan) nilai dari x ke persamaan (4) untuk mendapatkan nilai z.
−3(2) + 2z = 2    (4)
−6 + 2z = 2
2z = 8
z = 8 ÷ 2
z = 4
Akhirnya, kita substitusikan (masukkan) nilai dari z ke persamaan (1) untuk mendapatkany.
2 + y − 4 = 1    (1)
y = 1 − 2 + 4
y = 3
Jadi solusi sistem persamaan linier di atas adalah x = 2, y = 3, z = 4.

Metode substitusi

Pertama-tama, marilah kita atur persamaan (1) supaya hanya ada 1 variabel di sebelah kiri.
x = 1 − y + z    (1)
Sekarang kita substitusi x ke persamaan (2).
8(1 − y + z) + 3y − 6z = 1    (2)
8 − 8y + 8z + 3y − 6z = 1
−5y + 2z = 1 − 8
−5y + 2z = −7    (4)
Dengan cara yang sama seperti di atas, substitusi x ke persamaan (3).
−4(1 − y + z) − y+ 3z = 1    (3)
−4 + 4y − 4zy+ 3z = 1
3yz = 1 + 4
3yz = 5    (5)
Sekarang kita atur persamaan (5) supaya hanya ada 1 variabel di sebelah kiri.
z = 3y − 5    (6)
Kemudian, substitusi nilai dari z ke persamaan (4).
−5y + 2(3y − 5) = −7    (4)
−5y + 6y − 10 = −7
y = −7 + 10
y = 3
Sekarang kita sudah tahu nilai dari y, kita dapat masukkan nilai ini ke persamaan (6) untuk mencari z.
z = 3(3) − 5    (6)
z = 9 − 5
z = 4
Akhirnya, kita substitusikan nilai dari y dan z ke persamaan (1) untuk mendapatkan nilai x.
x = 1 − 3 + 4    (1)
x = 2
Jadi, kita telah menemukan solusi untuk sistem persamaan linier di atas: x = 2, y = 3, z = 4.

Metode grafik

Penyelesaian sistem persamaan linier dengan metode grafik dilakukan dengan cara menggambar garis garis atau bidang planar yang merupakan representasi dari persamaan-persamaan yang ada dalam sistem tersebut. Solusinya adalah koordinat-koordinat yang merupakan titik potong dari garis-garis ataupun bidang-bidang planar itu.
Sebagai contoh, marilah kita lihat sistem persamaan liniear dengan dua variabel berikut ini.
x+y=3    (1)
2xy=−3    (2)
Gambar kedua garis dari persamaan-persamaan di atas.
Graph of equation (1) and (2) showing the intersection of the lines.
Seperti terlihat pada grafik di atas, kedua garis itu bertemu (mempunyai titik potong) pada titik (0,3). Ini adalah solusi dari sistem persamaan linier tersebut, yaitu x = 0, y = 3.
Untuk persamaan linier dengan tiga variabel, solusinya adalah titik pertemuan dari tiga bidang planar dari masing-masing persamaan.

Metode Matriks Invers

System persamaan linier yang terdiri atas persamaan-persamaan (1), (2), dan (3) di atas dapat juga ditulis dengan bentuk notasi matriks AB = C seperti berikut
 
 
 
11-1
83-6
-4-13
 
 
 
 
 
 
x
y
z
 
 
 
=
 
 
 
1
1
1
 
 
 
Solusinya adalah matriks B. Agar kita dapat mengisolasi B sendirian di salah satu sisi dari persamaan di atas, kita kalikan kedua sisi dari persamaan di atas dengan invers dari matriks A.
A−1AB = A−1C
B = A−1C
Sekarang, untuk mencari B kita perlu mencari A−1. Silakan melihat halaman tentang matriks untuk belajar bagaimana mencari invers dari sebuah matriks.
A−1 =
 
 
 
-323
012
-435
 
 
 

B =
 
 
 
-323
012
-435
 
 
 
 
 
 
1
1
1
 
 
 
B =
 
 
 
2
3
4
 
 
 

Jadi solusinya adalah x = 2, y = 3, z = 4.
Metode ini dapat digunakan untuk menyelesaikan sistem persamaan linier dengan n variabel. Kalkulator di atas juga menggunakan metode ini untuk menyelesaikan sistem persamaan linier.

Eliminasi Gauss / Eliminasi Gauss-Jordan

Sistem persamaan liniear yang terdiri atas persamaan-persamaan(1), (2), dan (3) dapat juga dinyatakan dalam bentuk matriks teraugmentasi A seperti berikut
A =
 
 
 
11-11
83-61
-4-131
 
 
 
Dengan melakukan serangkaian operasi baris (Eliminasi Gauss), kita dapat menyederhanakan matriks di atas untuk menjadi matriks Eselon-baris.
A =
 
 
 
10,375-0,750,125
01-0,41,4
0014
 
 
 
Kemudian kita bisa substitusikan kembali nilai-nilai yang kita dapat untuk mencari nilai dari semua variabel. Atau, kita juga bisa meneruskan dengan serangkaian operasi baris lagi sehingga matriks di atas menjadi matriks yang Eselon-baris tereduksi (dengan menggunakan Eliminasi Gauss-Jordan).
A =
 
 
 
1002
0103
0014
 
 
 
Dengan melakukan operasi Eliminasi Gauss-Jordan, kita mendapatkan solusi dari sistem persamaan linier di atas pada kolom terakhir: x = 2, y = 3, z = 4.
Untuk melihat secara mendetil operasi baris yang diperlukan, silakan melihat halaman tentang Eliminasi Gauss-Jordan.

METODE KLASIFIKASI TANAH

14 oct 2011




Jika kita mendapatkan suatu sampel tanah maka diperlukan metode standar untuk mengklasifikasikan sampel tanah tersebut. Klasifikasi tanah berguna untuk :
  • Nama yang umum, misalnya pasir, lanau, lempung, pengertiannya masih terlalu luas, sehinga sulit untuk diaplikasikan, sehingga diperlukan klasifikasi yang lebig spesifik
  • Sebagai bahasa komunikasi antar sesama engineer maupun dengan awam
  • Sebagai panduan awal untuk mengetahui perilaku tanah tersebut untuk keperluan desain
  • Sebagai tahap awal dari suatu urutan desain
Terdapat 3 macam metode klasifikasi yang sering digunakan :
  • USDA
    • United States Department of Agriculture
    • Berdasarkan data hasil uji saringan (sieve analysis)
    • Hanya untuk tanah yang lolos saringan No. 10
    • Jika tanah berukuran > No. 10, maka dinyatakan “berpasir” atau “berkerikil”

  • AAHSTO
    • American Association of State Highway and Transportation Officials
    • Untuk mengetahui, secara relatif, kualitas tanah yang akan digunakan sebagai material timbunan untuk base, sub base, dan sub grade
    • Data yang digunakan ; data hasil uji saringan (sieve analysis) dan data hasil uji Atterberg Limits
    • Tanah digongkan menjadi 7 golongan utama (A1 hingga A7)
    • Makin besar angka di belakang “A” maka kualitas nya makin jelek untuk bahan sub grade

    • GI (Group Index) digunakan untuk kualitas sub grade
    • GI = (F-35)[0.2+0.005(LL-40)]+0.01(F-15)(PI-10)
F = % lolos saringan N0. 200
Nilai Group Index
Kelas Subgrade
Tanah A - 1 - a
Sangat Baik
0 - 1
Baik
2 - 4
Sedang
5 - 9
Buruk
10 - 20
Sangat Buruk
  • USCS
    • Unified Soil Classification System
    • Klasifikasi yang paling sering digunakan oleh engineer geoteknik
    • W = Well graded (gradasi baik)
    • P = Poorly Graded (gradasi buruk)
    • C = Clay (lempung)
    • O = Organic (tanah organik)
    • Pt = Peats (gambut)
    • L = Low plasticity (plastisitas rendah)
    • H = High plasticity (plastisitas tinggi)
    • G = Gravel (kerikil)
    • S = Sand (pasir)

CARA MUDAH MEMPELAJARI DAN MENGINGAT INDEX PROPERTIES DARI TANAH

14 oct 2011


Kadang-kadang sulit bagi kita mengingat rumus-rumus index properties tanah, walaupun seharusnya index properties itu jangan di hapal melainkan dimengerti, karena jumlahnya cukup banyak, apalagi kadang-kadang kita tidak bisa langsung mendapatkan index yang kita inginkan melainkan harus menurunkan rumus dasar terlebih dahulu.
Dalam buku Holtz and Kovacs, disarankan 4 langkah mudah sebagai berikut :
  1. Hafalkan definisi dasar dari index properti yang utama yaitu :
    1. Kadar air (w), adalah berat air per berat basah dalam persen = (ww/ws) x 100%
    2. Angka pori (e), adalah perbandingan antara volume pori dibagi dengan volume tanah kering = Vv/Vs
    3. Porositas (n), adalah perbandingan antara volume pori dibagi dengan volume total dalam persen = (Vv/V) x 100%
    4. Berat jenis tanah kering (g), adalah perbandingan antara berat tanah dibagi dengan volume tanah = W/V
    5. Derajat kejenuhan (Sr), perbandingan antara volume air dibagi dengan volume pori dalam persen = (Vw/Vv) x 100%
  2. Gambarkan diagram 3 fase, berikut dengan pengertiannya (lihat diagram 3 fase)
  1. Jika nilainya tidak diberikan, asumsikan Va = 1 dan atau V = 1
  2. Selalu gunakan persamaan berikut :
gw . Sr . e = w . gs

KLASIFIKASI TANAH

14 oct 2011


Berdasarkan proses pembentukannya, tanah dibagi menjadi 2, yaitu :
  • Tanah sedimen, yaitu tanah yang terbentuk dari hasil lapukan batuan yang kemudian diendapkan di lokasi lain oleh proses alam, misalnya oleh air, angin, dan lain-lain, biasanya tanah sedimen bersifat lebih homogen, terdiri atas lapisan yang berganti-ganti. Contohnya adalah tanah lempung pantai yang biasanya diselingi oleh lapisan pasir.
  • Tanah residual, yaitu tanah yang terbentuk dari hasil lapukan batuan yang kemudian diendapkan di atas batuan induknya, oleh karena itulah biasanya pada tanah residual kuat geser tanah meningkat berdasarkan kedalaman, ini disebabkan oleh bagian tanah yang dekat dengan permukaan telah mengalami pelapukan yang lebih besar dibandingkan dengan tanah di bawahnya.
Perlu diketahui bahwa buku-buku mekanika tanah yang ada dan diajarkan saat ini adalah buku mekanika untuk tanah-tanah sedimen, bukan untuk tanah residual. Jika dalam analisis tanah-tanah sedimen yang diperhitungkan hanya tekanan air pori (pore water pressure), maka pada tanah residual selain tekanan air pori juga tekanan udara pori (pore air pressure)
Berdasarkan ukuran butirnya, tanah dibagi menjadi 4 yaitu :
  • Kerikil (gravel)
  • Pasir (sand)
  • Lanau (silt)
  • Lempung (clay)
Selain tanah-tanah tersebut di atas, maka ada juga tanah yang dikategorikan tanah-tanah khusus atau tanah “sulit”. Ini disebabkan karena jika berhadapan dengan tanah-tanah seperti ini, maka dibutuhkan perhatian dan analisis yang khusus.
  • Tanah gambut (peats soil)
  • Tanah yang sangat lunak (very soft soil)
  • Tanah mengembang (expansive soil)

Contoh Soal fisika

14 oct 2011

Dua benda A dan B bergerak lurus dengan arah yang sama.
Benda A bergerak lurus beraturan dengan kecepatan tetap 10 m/s.
Setelah 4 detik kemudian, B bergerak dg kecepatan awal 2 m/s dan dg percepatan 1 m/s.
Bila A dan B mulai bergerak dari tempat yang sama,
hitunglah jarak yang ditempuh A saat di susul oleh B!

A> VA=10 m/s    ……………………A>…………………...A
B> V0=2 m/s     a=1 m/s   ………………………………………B

Jawab :
TA > B
TA – TB
Syarat A tersusul B: SA = SB

A. jarak yang di tempuh A à SA
            SA=VA.TA
Syarat A tersusul B: SA = SB
                                    VA.TA   = V0.TB + ½ a.t2 B      
                                    10.TA    = 2(TA – 4) + ½ (1)(TA – 4)2 B
                                    10.TA    = 2TA – 8 + ½ TA2 – 8 TA + 16
                                    10.TA    = 2TA – 8 + ½ TA2 – 8 TA + 16.2
                                    20.TA    = 4TA – TA2 – 8 TA
                                    0          = TA2 – 24 TA
                                                = TA (TA – 24 )
                                                TA           = 0
TA           = 24 detik
SA           = VA.TA
               10 . 24 = 240 m

B. jarak yang di tempuh B = SB

SB           = V0.TB + ½ a.t2 B
 = 2 . 20 + ½ . 1 . 202
             = 40 + 200 = 240 m



Synonym part. 2


10 oct 2011

Motivate                       : fire up, support
Workface                     : employees, workers
Management                 : top leader
Atmosphere                  : the situation and condition
Poor                             : so bad
Output                          : final result
Advice                         : suggest
Simple                          : easy, uncomplicated
Tasks                           : assignment
To do                           : to carry out
To a large extent           : important situation
Crucial                         : important
Absolutely                    : really
Rapid                           : fast, quick
Implementation : application
Huge                            : big

Kofigurasi Elektron

5 oct 2011
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Orbital-orbital molekul dan atom elektron
Dalam fisika atom dan kimia kuantum, konfigurasi elektron adalah susunan elektron-elektron pada sebuah atom, molekul, atau struktur fisik lainnya.Sama seperti partikel elementer lainnya, elektron patuh pada hukum mekanika kuantum dan menampilkan sifat-sifat bak-partikel maupun bak-gelombang. Secara formal, keadaan kuantum elektron tertentu ditentukan oleh fungsi gelombangnya, yaitu sebuah fungsi ruang dan waktu yang bernilai kompleks. Menurut interpretasi mekanika kuantum Copenhagen, posisi sebuah elektron tidak bisa ditentukan kecuali setelah adanya aksi pengukuran yang menyebabkannya untuk bisa dideteksi. Probabilitas aksi pengukuran akan mendeteksi sebuah elektron pada titik tertentu pada ruang adalah proporsional terhadap kuadrat nilai absolut fungsi gelombang pada titik tersebut.
Elektron-elektron dapat berpindah dari satu arah energi ke aras energi yang lainnya dengan emisi atau absorpsi kuantum energi dalam bentuk foton. Oleh karena asas larangan Pauli, tidak boleh ada lebih dari dua elektron yang dapat menempati sebuah orbital atom, sehingga elektron hanya akan meloncat dari satu orbital ke orbital yang lainnya hanya jika terdapat kekosongan di dalamnya.
Pengetahuan atas konfigurasi elektron atom-atom sangat berguna dalam membantu pemahaman struktur tabel periodik unsur-unsur. Konsep ini juga berguna dalam menjelaskan ikatan kimia yang menjaga atom-atom tetap bersama.

Kelopak dan subkelopak

Konfigurasi elektron yang pertama kali dipikirkan adalah berdasarkan pada model atom model Bohr. Adalah umum membicarakan kelopak maupun subkelopak walaupun sudah terdapat kemajuan dalam pemahaman sifat-sifat mekania kuantum elektron. Berdasarkan asas larangan Pauli, sebuah orbital hanya dapat menampung maksimal dua elektron. Namun pada kasus-kasus tertentu, terdapat beberapa orbital yang memiliki aras energi yang sama (dikatakan berdegenerasi), dan orbital-orbital ini dihitung bersama dalam konfigurasi elektron.
Kelopak elektron merupakan sekumpulan orbital-orbital atom yang memiliki bilangan kuantum utama n yang sama, sehingga orbital 3s, orbital-orbital 3p, dan orbital-orbital 3d semuanya merupakan bagian dari kelopak ketiga. Sebuah kelopak elektron dapat menampung 2n2 elektron; kelopak pertama dapat menampung 2 elektron, kelopak kedua 8 elektron, dan kelopak ketiga 18 elektron, demikian seterusnya.
Subkelopak elektron merupakan sekelompok orbital-orbital yang mempunyai label orbital yang sama, yakni yang memiliki nilai n dan l yang sama. Sehingga tiga orbital 2p membentuk satu subkelopak, yang dapat menampung enam elektron. Jumlah elektron yang dapat ditampung pada sebuah subkelopak berjumlah 2(2l+1); sehingga subkelopak "s" dapat menampung 2 elektron, subkelopak "p" 6 elektron, subkelopak "d" 10 elektron, dan subkelopak "f" 14 elektron.
Jumlah elektron yang dapat menduduki setiap kelopak dan subkelopak berasal dari persamaan mekanika kuantum,terutama asas larangan Pauli yang menyatakan bahwa tidak ada dua elektron dalam satu atom yang bisa mempunyai nilai yang sama pada keempat bilangan kuantumnya.

Notasi

Para fisikawan dan kimiawan menggunakan notasi standar untuk mendeskripsikan konfigurasi-konfigurasi elektron atom dan molekul. Untuk atom, notasinya terdiri dari untaian label orbital atom (misalnya 1s, 3d, 4f) dengan jumlah elektron dituliskan pada setiap orbital (atau sekelompok orbital yang mempunyai label yang sama). Sebagai contoh, hidrogen mempunyai satu elektron pada orbital s kelopak pertama, sehingga konfigurasinya ditulis sebagai 1s1. Litium mempunyai dua elektron pada subkelopak 1s dan satu elektron pada subkelopak 2s, sehingga konfigurasi elektronnya ditulis sebagai 1s2 2s1. Fosfor (bilangan atom 15) mempunyai konfigurasi elektron : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p3.
Untuk atom dengan banyak elektron, notasi ini akan menjadi sangat panjang, sehingga notasi yang disingkat sering digunakan. Konfigurasi elektron fosfor, misalnya, berbeda dari neon (1s2 2s2 2p6) hanya pada keberadaan kelopak ketiga. Sehingga konfigurasi elektron neon dapat digunakan untuk menyingkat konfigurasi elektron fosfor. Konfigurasi elektron fosfor kemudian dapat ditulis: [Ne] 3s2 3p3. Konvensi ini sangat berguna karena elektron-elektron pada kelopak terluar sajalah yang paling menentukan sifat-sifat kimiawi sebuah unsur.
Urutan penulisan orbital tidaklah tetap, beberapa sumber mengelompokkan semua orbital dengan nilai n yang sama bersama, sedangkan sumber lainnya mengikuti urutan berdasarkan asas Aufbau. Sehingga konfigurasi Besi dapat ditulis sebagai [Ar] 3d6 4s2 ataupun [Ar] 4s2 3d6 (mengikuti asas Aufbau).
Adalah umum untuk menemukan label-label orbital "s", "p", "d", "f" ditulis miring, walaupaun IUPAC merekomendasikan penulisan normal. Pemilihan huruf "s", "p", "d", "f" berasal dari sistem lama dalam mengkategorikan garis spektra, yakni "sharp", "principal", "diffuse", dan "fundamental". Setelah "f", label selanjutnya diikuti secara alfabetis, yakni "g", "h", "i", ...dst, walaupun orbital-orbital ini belum ditemukan.
Konfigurasi elektron molekul ditulis dengan cara yang sama, kecuali bahwa label orbital molekullah yang digunakan, dan bukannya label orbital atom.

Sejarah

Niels Bohr adalah orang yang pertama kali (1923) mengajukan bahwa periodisitas pada sifat-sifat unsur kimia dapat dijelaskan oleh struktur elektronik atom tersebut. Pengajuannya didasarkan pada model atom Bohr, yang mana kelopak-kelopak elektronnya merupakan orbit dengan jarak yang tetap dari inti atom. Konfigurasi awal Bohr berbeda dengan konfigurasi yang sekarang digunakan: sulfur berkonfigurasi 2.4.4.6 daripada 1s2 2s2 2p6 3s2 3p4.
Satu tahun kemudian, E. C. Stoner memasukkan bilangan kuantum ketiga Sommerfeld ke dalam deskripsi kelopak elektron, dan dengan benar memprediksi struktur kelopak sulfur sebagai 2.8.6.Walaupun demikian, baik sistem Bohr maupun sistem Stoner tidak dapat menjelaskan dengan baik perubahan spektra atom dalam medan magnet (efek Zeeman).
Bohr sadar akan kekurangan ini (dan yang lainnya), dan menulis surat kepada temannya Wolfgang Pauli untuk meminta bantuannya menyelamatkan teori kuantum (sistem yang sekarang dikenal sebagai "teori kuantum lama"). Pauli menyadari bahwa efek Zeeman haruslah hanya diakibatkan oleh elektron-elektron terluar atom. Ia juga dapat menghasilkan kembali struktur kelopak Stoner, namun dengan struktur subkelopak yang benar dengan pemasukan sebuah bilangan kuantum keempat dan asas larangannya (1925):
It should be forbidden for more than one electron with the same value of the main quantum number n to have the same value for the other three quantum numbers k [l], j [ml] and m [ms].
Adalah tidak diperbolehkan untuk lebih dari satu elektron dengan nilai bilangan kuantum utama n yang sama memiliki nilai tiga bilangan kuantum k [l], j [ml] dan m [ms] yang sama.
Persamaan Schrödinger yang dipublikasikan tahun 1926 menghasilkan tiga dari empat bilangan kuantum sebagai konsekuensi penyelesainnya untuk atom hidrogen:penyelesaian ini menghasilkan orbital-orbital atom yang dapat kita temukan dalam buku-buku teks kimia. Kajian spektra atom mengizinkan konfigurasi elektron atom untuk dapat ditentukan secara eksperimen, yang pada akhirnya menghasilkan kaidah empiris (dikenal sebagai kaidah Madelung (1936)) untuk urutan orbital atom mana yang terlebih dahulu diisi elektron.


Asas Aufbau

Asas Aufbau (berasal dari Bahasa Jerman Aufbau yang berarti "membangun, konstruksi") adalah bagian penting dalam konsep konfigurasi elektron awal Bohr. Ia dapat dinyatakan sebagai:
Terdapat maksimal dua elektron yang dapat diisi ke dalam orbital dengan urutan peningkatan energi orbital: orbital berenergi terendah diisi terlebih dahulu sebelum elektron diletakkan ke orbital berenergi lebih tinggi.
Urutan pengisian orbital-orbital atom mengikuti arah panah. 5g dan 6h telah hilang.
Asas ini bekerja dengan baik (untuk keadaan dasar atom-atom) untuk 18 unsur pertama; ia akan menjadi semakin kurang tepat untuk 100 unsur sisanya. Bentuk modern asas Aufbau menjelaskan urutan energi orbital berdasarkan kaidah Madelung, pertama kali dinyatakan oleh Erwin Madelung pada tahun 1936.
  1. Orbital diisi dengan urutan peningkatan n+l;
  2. Apabila terdapat dua orbital dengan nilai n+l yang sama, maka orbital yang pertama diisi adalah orbital dengan nilai n yang paling rendah.


Sehingga, menurut kaidah ini, urutan pengisian orbital adalah sebagai berikut:
1s 2s 2p 3s 3p 4s 3d 4p 5s 4d 5p 6s 4f 5d 6p 7s 5f 6d 7p
Asas Aufbau dapat diterapkan, dalam bentuk yang dimodifikasi, ke proton dan neutron dalam inti atom.

tabel periodik

Bentuk tabel periodik berhubungan dekat dengan konfigurasi elektron atom unsur-unsur. Sebagai contoh, semua unsur golongan 2 memiliki konfigurasi elektron [E] ns2 (dengan [E] adalah konfigurasi gas inert), dan memiliki kemiripan dalam sifat-sifat kimia. Kelopak elektron terluar atom sering dirujuk sebagai "kelopak valensi" dan menentukan sifat-sifat kimia suatu unsur. Perlu diingat bahwa kemiripan dalam sifat-sifat kimia telah diketahui satu abad sebelumnya, sebelum pemikiran konfigurasi elektron ada.

Kelemahan asas Aufbau

Asas Aufbau begantung pada postulat dasar bahwa urutan energi orbital adalah tetap, baik untuk suatu unsur atau di antara unsur-unsur yang berbeda. Ia menganggap orbital-orbital atom sebagai "kotak-kotak" energi tetap yang mana dapat diletakkan dua elektron. Namun, energi elektron dalam orbital atom bergantung pada energi keseluruhan elektron dalam atom (atau ion, molekul, dsb). Tidak ada "penyelesaian satu elektron" untuk sebuah sistem dengan elektron lebih dari satu, sebaliknya yang ada hanya sekelompok penyelesaian banyak elektron, yang tidak dapat dihitung secara eksak (walaupun terdapat pendekatan matematika yang dapat dilakukan, seperti metode Hartree-Fock).

Ionisasi logam transisi

Aplikasi asas Aufbau yang terlalu dipaksakan kemudan menghasilkan paradoks dalam kimia logam transisi. Kalium dan kalsium muncul dalam tabel periodik sebelum logam transisi, dan memiliki konfigurasi elektron [Ar] 4s1 dan [Ar] 4s2 (orbital 4s diisi terlebih dahulu sebelum orbital 3d). Hal ini sesuai dengan kaidah Madelung, karena orbital 4s memiliki nilai n+l  = 4 (n = 4, l = 0), sedangkan orbital 3d n+l  = 5 (n = 3, l = 2). Namun kromium dan tembaga memiliki konfigurasi elektron [Ar] 3d5 4s1 dan [Ar] 3d10 4s1 (satu elektron melewati pengisian orbital 4s ke orbital 3d untuk menghasilkan subkelopak yang terisi setengah). Dalam kasus ini, penjelasan yang diberikan adalah "subkelopak yang terisi setengah ataupun terisi penuh adalah susunan elektron yang stabil".
Paradoks akan muncul ketika elektron dilepaskan dari atom logam transisi, membentuk ion. Elektron yang pertama kali diionisasikan bukan berasal dari orbital 3d, melainkan dari 4s. Hal yang sama juga terjadi ketika senyawa kimia terbentuk. Kromium heksakarbonil dapat dijelaskan sebagai atom kromium (bukan ion karena keadaan oksidasinya 0) yang dikelilingi enam ligan karbon monoksida; ia bersifat diamagnetik dan konfigurasi atom pusat kromium adalah 3d6, yang berarti bahwa orbital 4s pada atom bebas telah bepindah ke orbital 3d ketika bersenyawa. Pergantian elektron antara 4s dan 3d ini dapat ditemukan secara universal pada deret pertama logam-logam transisi.
Fenomena ini akan menjadi paradoks hanya ketika diasumsikan bahwa energi orbital atom adalah tetap dan tidak dipengaruhi oleh keberadaan elektron pada orbital-orbital lainnya. Jika begitu, maka orbital 3d akan memiliki energi yang sama dengan orbital 3p, seperti pada hidrogen. Namun hal ini jelas-jelas tidak demikian.

Pengecualian kaidah Madelung lainnya

Terdapat beberapa pengecualian kaidah Madelung lainnya untuk unsur-unsur yang lebih berat, dan akan semakin sulit untuk menggunakan penjelasan yang sederhana mengenai pengecualian ini. Adalah mungkin untuk memprediksikan kebanyakan pengecualian ini menggunakan perhitungan Hartree-Fock, yang merupakan metode pendekatan dengan melibatkan efek elektron lainnya pada energi orbital. Untuk unsur-unsur yang lebih berat, diperlukan juga keterlibatan efek relativitas khusus terhadap energi orbital atom, karena elektron-elektron pada kelopak dalam bergerak dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya. Secara umun, efek-efek relativistik ini cenderung menurunkan energi orbital s terhadap orbital atom lainnya.
Periode 5   Periode 6   Periode 7
Unsur Z Konfigurasi elektron   Unsur Z Konfigurasi elektron   Unsur Z Konfigurasi elektron
Itrium 39 [Kr] 5s2 4d1   Lantanum 57 [Xe] 6s2 5d1   Aktinium 89 [Rn] 7s2 6d1
    Serium 58 [Xe] 6s2 4f1 5d1   Torium 90 [Rn] 7s2 6d2
    Praseodimium 59 [Xe] 6s2 4f3   Protaktinium 91 [Rn] 7s2 5f2 6d1
    Neodimium 60 [Xe] 6s2 4f4   Uranium 92 [Rn] 7s2 5f3 6d1
    Prometium 61 [Xe] 6s2 4f5   Neptunium 93 [Rn] 7s2 5f4 6d1
    Samarium 62 [Xe] 6s2 4f6   Plutonium 94 [Rn] 7s2 5f6
    Europium 63 [Xe] 6s2 4f7   Amerisium 95 [Rn] 7s2 5f7
    Gadolinium 64 [Xe] 6s2 4f7 5d1   Kurium 96 [Rn] 7s2 5f7 6d1
    Terbium 65 [Xe] 6s2 4f9   Berkelium 97 [Rn] 7s2 5f9
         
Zirkonium 40 [Kr] 5s2 4d2   Hafnium 72 [Xe] 6s2 4f14 5d2    
Niobium 41 [Kr] 5s1 4d4   Tantalum 73 [Xe] 6s2 4f14 5d3    
Molibdenum 42 [Kr] 5s1 4d5   Tungsten 74 [Xe] 6s2 4f14 5d4    
Teknesium 43 [Kr] 5s2 4d5   Renium 75 [Xe] 6s2 4f14 5d5    
Rutenium 44 [Kr] 5s1 4d7   Osmium 76 [Xe] 6s2 4f14 5d6    
Rodium 45 [Kr] 5s1 4d8   Iridium 77 [Xe] 6s2 4f14 5d7    
Paladium 46 [Kr] 4d10   Platinum 78 [Xe] 6s1 4f14 5d9    
Perak 47 [Kr] 5s1 4d10   Emas 79 [Xe] 6s1 4f14 5d10    
Kadmium 48 [Kr] 5s2 4d10   Raksa 80 [Xe] 6s2 4f14 5d10    
Indium 49 [Kr] 5s2 4d10 5p1   Talium 81 [Xe] 6s2 4f14 5d10 6p1    

1. Prinsip Aufbau : elektron-elektron mulai mengisi orbital dengan tingkat energi terendah dan seterusnya.
Orbital yang memenuhi tingkat energi yang paling rendah adalah 1s dilanjutkan dengan 2s, 2p, 3s, 3p, dan seterusnya dan untuk mempermudah dibuat diagram sebagai berikut:
Contoh pengisian elektron-elektron dalam orbital beberapa unsur:
Atom H : mempunyai  1 elektron, konfigurasinya 1s1
Atom C : mempunyai  6 elektron, konfigurasinya 1s2 2s2 2p2
Atom K : mempunyai 19 elektron, konfigurasinya 1s2 2s2 2p6 3S2 3p6 4s1
2. Prinsip Pauli : tidak mungkin di dalam atom terdapat 2 elektron dengan keempat bilangan kuantum yang sama.
Hal ini berarti, bila ada dua elektron yang mempunyai bilangan kuantum utama, azimuth dan magnetik yang sama, maka bilangan kuantum spinnya harus berlawanan.
3. Prinsip Hund : cara pengisian elektron dalam orbital pada suatu sub kulit ialah bahwa elektron-elektron tidak membentuk pasangan elektron sebelum masing-masing orbital terisi dengan sebuah elektron.
Contoh:

- Atom C dengan nomor atom 6, berarti memiliki 6 elektron dan cara Pengisian orbitalnya adalah:
Berdasarkan prinsip Hund, maka 1 elektron dari lintasan 2s akan berpindah ke lintasan 2pz, sehingga sekarang ada 4 elektron yang tidak berpasangan. Oleh karena itu agar semua orbitalnya penuh, maka atom karbon berikatan dengan unsur yang dapat memberikan 4 elektron. Sehingga di alam terdapat senyawa CH4 atau CCl4, tetapi tidak terdapat senyawa CCl3 atau CCl5.

Ditulis oleh Yoshito Takeuchi pada 11-08-2008
Satu prestasi intelektual yang terbesar dalam kimia adalah tabel periodik unsur. Tabel periodik dapat dicetak dalam satu lembar kertas, tetapi apa yang terkandung di dalamnya dan apa yang dapat diberikan kepada kita sangat banyak dan tidak ternilai. Tabel ini adalah hasil jerih payah tak kenal lelah, yang berawal dari zaman Yunani, untuk mengetahui sifat materi sebenarnya. Sem ini dapat dikatakan kitab sucinya kimia. Nilai sistem periodik bukan hanya pada organisasi informasi yang telah diketahui, tetapi juga kemampuannya memprediksi sifat yang belum diketahui. Keampuhan sesungguhnya tabel periodik terletak di sini.

a. Usulan-usulan sebelum Mendeleev

Konsep unsur merupakan konsep yang sangat tua, sejak jaman Yunani, Menurut filsuf Yunani, materi dibentuk atas empat unsur: tanah, air, api dan udara. Pandangan ini perlahan ditinggalkan, dan akhirnya di abad 17 definisi unsur yang diberikan oleh kimiawan Inggris Robert Boyle (16271691) menggantikan definisi lama tadi. Boyle menyatakan bahwa unsur adalah zat yang tidak dapat diuraikan menjadi zat yang lebih sederhana.
Lavoisier mengusulkan daftar unsur dalam bukunya “Traite Elementire de Chemie”. Walaupun ia memasukkan cahaya dan panas dalam daftarnya, anggota lain daftar adalah apa yang kita sebut sebagai unsur sampai saat ini. Selain itu, ia menambahkan pada daftar unsur-unsur yang belum dideteksi tetapi ia yakini keberadaannya. Misalnya, khlorin pada waktu itu belum diisolasi, tetapi ia menambahkannya pada tabel sebagai radikal dari asam muriatik. Demikian juga, natrium dan kalium ada juga dalam tabel.
Di awal abad 19, unsur-unsur ini diisolasi dengan elektrolisis, dan daftar unsur perlahan diperluas. Di pertengahan abad 19, analisis spektroskopi, metoda bari mendeteksi unsur dikenalkan dan mempercepat pertambahan daftar ini. Walaupun disambut gembira oleh kimiawan, masalahmasalh baru muncul. Salah satu pertanyaan adalah ‘Apakah jumlah unsur terbatas?’ dan pertanyaan lain adalah ‘Apakah sifat unsur-unsur diharapkan akan mempunyai keteraturan tertentu?’
Penemuan unsu-unsur baru mengkatalisi diskusi-diskusi semacam ini. Ketika iodin ditemukan di tahun 1826, kimiawan Jerman Johann Wolfgang Döbereiner (1780-1849) mencatat kemiripan antara unsur ini dengan unsur yang telah dikenal khlorin dan bromin. Ia juga mendeteksi trio unsur mirip lain. Inilah yang dikenal dengan teori triade Döbereiner.
Tabel 5.1 Triade Döbereiner

litium (Li)
kalsium (Ca)
Khlorin (Cl)
sulfur (S)
mangan (Mn)
Natrium (Na)
stronsium (Sr)
Bromin (Br)
selenium (Se)
khromium (Cr)
kalium (K)
barium (Ba)
iodin (I)
telurium (Te)
Besi (Fe)

b. Prediksi Mendeleev dan kebenarannya

Banyak ide pengelompokan unsur yang lain yang diajukan tetapi tidak memuaskan masyarakat ilmiah waktu itu. Namun, teori yang diusulkan oleh kimiawan Rusia Dmitrij Ivanovich Mendeleev (1834-1907), dan secara independen oleh kimiawan Jerman Julius Lothar Meyer (1830-1895) berbeda dengan usulan-usulan lain dan lebih persuasif. Keduanya mempunyai pandangan sama sebagai berikut:
Pandangan Mendeleev dan Meyer
  1. Daftar unsur yang ada waktu itu mungkin belum lengkap.
  2. Diharapkan sifat unsur bervariasi secara sistematik. Jadi sifat unsur yang belum diketahui dapat diprediksi.
Awalnya teori Mendeleev gagal menarik perhatian. Namun, di tahun 1875, ditunjukkan bahwa unsur baru galium ditemukan oleh kimiawan Perancis Paul Emile Lecoq de Boisbaudran (18381912) ternyata bukan lain adalah eka-aluminum yang keberadaan dan sifatnya telah diprediksikan oleh Mendeleev. Jadi, signifikansi teori Mendeleev dan Meyer secara perlahan diterima. Tabel 5.2 memberikan sifat yang diprediksi oleh Mendeleev untuk unsur yang saat itu belum diketahui ekasilikon dan sifat germanium yang ditemukan oleh kimiawan Jerman Clemens Alexander Winkler (1838-1904).
Tabel 5.2 Prediksi sifat unsu eka-silikon oleh Mendeleev dan perbandingannya dengan sifat yang kemudian ditemukan.
Sifat
eka-silicon
germanium
Massa atom relatif
72
72,32
Rapat massa
5,5
5,47
Volume atom
13
13,22
Valensi
4
4
Kalor jenis
0,073
0,076
Rapat jenis dioksida
4,7
4,703
Titik didih tetrakhlorida (°C)
<100
86
Mendeleev mempublikasikan tabel yang dapat dianggap sebagai asal mula tabel periodik modern. Dalam menyiapkan tabelnya, Mendeleev awalnya menyusun unsur berdasarkan urutan massa atomnya, sebagaimana pendahulunya. Namun, ia menyatakan keperiodikan sifat, dan kadang menyusun ulang unsur-unsur, yang berakibat membalikkan urutan massa atom.
Lebih lanjut, situasinya diperumit sebab prosedur menentukan massa atom belum distandarkan, dan kadang kimiawan mungkin menggunakan massa atom yang berbeda untuk unsur yang sama. Dilema ini secara perlahan diatasi setelah International Chemical Congress (Kongres ini diadakan di tahun 1860 di Karlsruhe, Jerman. Tujuan kongres ini untuk mendiskusikan masalah penyatuan massa atom. Dalam kesempatan ini Cannizzaro mengenalkan teori Avogadro.) pertama yang dihadiri oleh Mendeleev, namun kesukaran-kesukaran tetap ada.

c. Tabel Periodik dan konfigurasi elektron

Tabel periodik secara terus menerus bertambah unsurnya setelah tabel periodik diusulkan Mendeleev. Sementara, muncul berbagai masalah. Salah satu masalah penting adalah bagaimana menangani gas mulia, unsur transisi dan unsur tanah jarang. Semua masalah ini dengan baik diselesaikan dan membuat tabel periodik lebih bernilai. Tabel periodik, kitab suci kimia, harus dirujuk secara rutin.
Golongan baru gas mulia dengan mudah disisipkan di antara unsur positif yang sangat reaktif, logam alkali (golongan 1) dan unsur negatif yang sangat reaktif, halogen (golongan 7).
Unsur logam transisi diakomodasi dalam tabel periodik dengan menyisipkan periode panjang walaupun rasionalnya tidak terlalu jelas. Masalah yang nyata adalah lantanoid. Lantanoid ditangani sebagai unsur “ekstra” dan ditempatkan secara marjinal di luar bagian utama tabel periodik. Namun, sebenarnya prosedur ini tidak menyelesaikan masalah utama. Pertama, mengapa unsur ekstra ini ada tidak jelas, bahkan lebih menjadi teka-teki adalah pertanyaan: apakah ada batas jumlah unsur dalam tabel periodik? Karena ada unsur-unsur yang sangat mirip, sangat sukar untuk memutuskan berapa banyak unsur dapat ada di alam.
Teori Bohr dan percobaan Moseley menghasilkan penyelesaian teoritik masalah-masalah ini. Penjelasan tabel periodik dari periode pertama sampai periode ketiga dapat dijelaskan dengan teori konfigurasi elektron yang dipaparkan di bab 4. Periode pertama (1H dan 2He) berkaitan dengan proses memasuki orbital 1s. Demikian juga periode kedua (dari 3Li sampai 10Ne) berkaitan dengan pengisian orbital 1s, 2s dan 2p, dan periode ke-3 (dari 11Na sampai 18Ar) berkaitan dengan pengisian orbital 1s, 2s, 2p, 3s dan 3p.
Periode panjang dimulai periode ke-4. Penjelasan atas hal ini adalah karena bentuk orbital d yang berbeda drastis dari lingkaran, dan jadi energi elektron 3d bahkan lebih tinggi dari 4s. Akibatnya, dalam periode ke-4, elektron akan mengisi orbital 4s (19K dan 20Ca) segera setelah pengisian orbital 3s dan 3p, melompati orbital 3d. Kemudian elektron mulai menempati orbital 3d. Proses ini berkaitan dengan sepuluh unsur dari 21Sc sampai 30Zn. Proses pengisian orbital 4p selanjutnya berkaitan dengan enam unsur dari 31Ga sampai 36Kr. Inilah alasan mengapa periode ke-4 mengandung 18 unsur bukan 8. Energi elektron orbital 4f jauh lebih tinggi dari orbital 4d dan dengan demikian elektron 4f tidak memainkan peran pada unsur periode ke-4.
                                                                                                 
Periode ke-5 mirip dengan periode ke-4. Elektron akan mengisi orbital 5s, 4d dan 5p dalam urutan ini. Akibatnya periode ke-5 akan memiliki 18 unsur. Orbital 4f belum terlibat dan inilah yang merupakan alasan mengapa jumlah unsur di periode 5 adalah 18.
Jumlah unsur yang dimasukkan dalam periode ke-6 berjumlah 32 sebab terlibat 7×2 = 14 unsur yang berkaitan dengan pengisian orbital 4f. Awalnya elektron mengisi orbital 6s (55Cs dan 56Ba). Walaupun ada bebrapa kekecualian, unsur dari 57La sampai 80Hg berkaitan dengan pengisian orbital 4f dan kemudian 5d. Deret lantanoid (sampai 71Lu) unsur tanah jarang berkaitan dengan pengisian orbital 4f. Setelah proses ini, enam unsur golongan utama (81Tl sampai 86Rn) mengikuti, hal ini berkaitan dengan pengisian orbital 6p.
Periode ke-7 mulai dengan pengisian orbital 7s (87Fr dan 88Ra) diikuti dengan pengisian orbital 5f menghasilkan deret aktinoid unsur tanah jarang (dari 89Ac sampai unsur no 103). Dunia unsur akan meluas lebih lanjut, tetapi di antara unsur-unsur yang ada alami, unsur dengan nomor atom terbesar adalah 92U. Unsur setelah 92U adalah unsur-unsur buatan dengan waktu paruh yang sangat pendek. Sukar untuk meramalkan perpanjangan daftar unsur semacam ini, tetapi sangat mungkin unsur baru akan sangat pendek waktu paruhnya.
Di Tabel 5.5, dirangkumkan hubungan antara tabel periodik dan konfigurasi elektron.
Tabel 5.5 Konfigurasi elektron tiap perioda.
period
orbital yang diisi
jumlah unsur
1 (pendek)
1s
2
2 (pendek)
2s, 2p
2 + 6 = 8
3 (pendek)
3s, 3p
2 + 6 = 8
4 (panjang)
3d, 4s, 4p
2 + 6 + 10 = 18
5 (panjang)
4d, 5s, 5p
2 + 6 + 10 = 18
6 (panjang)
4f, 5d, 6s, 6p
2 + 6 + 10 + 14 = 32
Contoh Soal
5.1 Konfigurasi elektron lawrensium. Konfigurasi elektron 89Ac adalah 86Rn.6d17s2. Tuliskan konfigurasi elektron lawrensium 103Lr.
Jawab:
Lawrensium memiliki 14 elektron lebih banyak dari aktinium. Karena elektron akan mengisi orbital 5f, konfigurasi elektronnya 103Lr adalah 86Rn. 5f146d17s2.
Sebagaimana dipaparkan sebelumnhya, hukumMoseley menyatakan bahwa ada hubungan antara panjang gelombang λ sinar-X karakteristik unsur dan muatan listrik intinya Z (yakni, nomor atom): 1/λ = c(Z – s)2 (2.11)
Berkat hukum Moseley, unsur-unsur kini dapat disebut dengan menyebut nomor atomnya. Kini kita dapat dengan tepat mengetahui jumlah unsur di alam.

BENTUK ORBITAL ATOMIK

Penciptaan dan penghancuran ikatan kimia terjadi dalam kegiatan interferensi gelombang elektron. Mekanismenya berhubungan dengan bentuk dari fungsi orbital atomnya. Dalam bagian ini, klasifikasi dan sifat dari bentuk orbital akan didiskusikan untuk orbital atomik dari atom hidrogenik sebagai suatu contoh.

2.2.1 Klasifikasi orbital atomik

Orbital atomik adalah fungsi gelombang yang menyatakan gerakan elektron dalam sebuah atom dan orbital atomik diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis terhadap bilangan kuantum utama dan bilangan kuantum azimut l sebagaimana dituliskan pada Tabel 2.2.
Bilangan kuantum azimut berkaitan dengan sifat dari deret spektral dalam spektra atomik. Ini akan memberikan keadaan bahwa huruf pertama dalam penamaan deret spektral seperti pada ketajaman, keutamaan difusi dan hal yang mendasar telah digunakan sebagai s untuk l = 0, p untuk l = 1 dan f untuk l = 3.
Tabel 2.2. Klasifikasi dari orbital atomik

2.2.2 Fungsi-fungsi sudut untuk s, p, d.

Penamaan s, p, d untuk orbital atomik digunakan untuk mengklasifikasikan bagian angular. Meskipun prototipe dari fungsi bagian angular adalah fungsi harmonik sperikal Yl,m( θ,φ) dalam perhitungan nyata dan fungsi konvensional yang diberikan pada tabel 2.3 lebih digunakan untuk suatu alasan tertentu dan alasannya yang diberikan di bawah ini. Bagian angular seperti s, p dan d berkaitan dengan mekanisme dan sifat arah dalam pembentukan ikatan kimia dan ini akan menyebabkan arah dan tanda dari bagian angular harus dipelajari secara hati-hati.
Fungsi s dalam bagian angular hanya memiliki satu jenis, yaitu fungsi harmonik sperikal Y0,0 sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 2.3, di mana memiliki sebuah nilai konstan dan tidak bergantung pada sudut θ dan φ. Dengan demikian orbital s berbentuk bola dan nilai dari fungsi orbital s adalah sama dengan sebuah nilai konstan terhadap jarak r, tidak bergantung pada arah.
Tiga jenis harmonik sperikal Y1,-1, Y1,0, Y1,1 berkaitan dengan fungsi p. Sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 1.3 dalam bagian 1.13, Y1,-1 dan Y1,1 adalah fungsi-fungsi bilangan kompleks dan Y1,0 adalah sebuah fungsi riil yang diekspresikan sebagai berikut:
(2.20)
Di sini hubungan z = r cos θ dari definisi tentang koordinat polar digunakan. Y1,0 bergantung pada sudut polar θ menunjukkan bahwa sudut tersebut terdefleksi dari sumbu z dan nilai absolut dari Y1,0 berada pada nilai maksimum pada arah sumbu z. Karenanya, fungsi Y1,0 disebut sebagai fungsi pz.
(2.21)
Fungsi yang sama dan bergantung pada sudut defleksi dari sumbu x dan sumbu y dapat juga didefinisikan dalam persamaan berikut dan mereka disebut sebagai fungsi px dan py.
(2.22)
(2.23)
Kecuali untuk kasus-kasus yang khusus seperti dalam sebuah medan magnet, ketiga fungsi px, px dan pz secara konvensional digunakan sebagai bagian angular dari fungsi-fungsi p. Fungsi-fungsi p ini seluruhnya memenuhi persamaan eigen (2.6) dengan sebuah bilangan kuantum azimut l = 1.
Dalam kasus di mana m ≠ 0 , fungsi harmonik sperikal dala m Tabel 1.3 secara umum adalah fungsi-fungsi kompleks dan perhitungan matematikanya rumit. Akan lebih mudah jika menggunakan fungsi-fungsi berikut dengan nilai-nilai riil yang dinotasikan sebagai Yl,m+ dan Yl,m dan semuanya ekivalen dengan Yl,m, Yl,−m untuk memenuhi persamaan (2.6).
(2.24)
(2.25)
Fungsi-fungsi ini digunakan dalam Tabel 2.3 untuk fungsi p dan d.
Lima jenis fungsi d ditunjukkan dalam Tabel 2.3 dan ini berhubungan dengan bagian angular (sudut) untuk l = 2 dan karakteristik arahnya lebih kompleks dibandingkan dengan orbital p. Karakteristik 3 dimensi dari fungsi-fungsi orbital tidak dapat dilihat dengan mudah melalui ekspresi matematikanya dan kita akan mengenalkan beberapa tipe dari ekspresi yang tipikal dan menunjukkan bentuk-bentuknya.
Tabel 2.3. Fungsi s, p dan d untuk bagian angular.

2.2.3 Kebergantungan sudut dan bentuk dari koordinat-koordinat polar

Bagian sudut Y(θ,φ) menentukan kebergantungan sudut dari kemungkinan untuk menentukan sebuah elektron. Dengan mengambil |Y| dalam setiap arah sebagai panjang sebuah vektor terhadap titik awal, sebuah kontur dapat dibuat dengan titik puncak vektor tersebut memberikan sebuah gambaran atas koordinat polar dalam permukaan 3 dimensi dan ditunjukkan dalam Gambar 2.3. Gambar-gambar ini menyatakan kebergantungan sudut dari orbital atom. Simbol + dan – dalam Gambar 2.3 menunjukkan tanda untuk Y(θ,φ).
Gambar 2.3 Kebergantungan sudut dari orbital s, p dan d.
Contoh 2.2. Buatlah gambar dari koordinat polar untuk fungsi pz, Y1,0 dalam bidang x-z
(Jawaban). Karena φ = 0, y = 0 dalam bidang x-z, koordinat x dan z dari titik puncak dari vektor P(x,0,z) menunjukkan besaran dan jaraknya dari titik pusat diberikan sebagai berikut
Di sini Y adalah
Dengan memperhatikan bahwa |cosθ| = cosθ untuk 0 ≤ θπ / 2 dan dengan menggunakan sebuah konstanta a,
x dan y dapat dinyatakan sebagai
Karenanya
Dengan demikian kita mendapatkan
Ini akan menghasilkan gambar berupa sebuah lingkaran dengan jari-jari a/2 dan terletak pada ( x,z) = (0, a / 2) . Lingkaran yang lain dengan jari-jari a/2 terletak pada (x,z) = (0,− a / 2) juga memenuhi syarat karena |cosθ| = − cosθ untuk π / 2 ≤ θπ. Dengan demikian kita mendapatkan dua lingkaran dengan jari-jari yang sama dengan titik pusat berada pada sumbu z dan membuat kontak satu dengan lainnya pada titik pusat sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut.
Untuk φ ≠ 0 , gambar di atas harus dirotasikan pada sudut φ di sekitar sumbu z untuk menghasilkan gambar 3 dimensi yang terdiri dari pasangan sperikal sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.3.

2.2.4 Kebergantungan radial dan distribusi radial

Kebergantungan radial dari orbital atomik pada jarak r dari inti atom ditentukan oleh bagian radial Rn,l(r). Probabilitas untuk menemukan sebuah elektron dalam daerah antara sebuah pasangan bola dengan jari-jari r dan r + dr dilakukan dengan memperkenalkannya sebagai D(r)dr, dan d(r) didefinisikan sebagai fungsi distribusi radial yang digunakan untuk memahami kebergantuangan radial dari sebuah fungsi gelombang. Gambar 2.4 menunjukkan beberapa contoh dari D(r) untuk sebuah atom hidrogen. Penurunan fungsi distribusi radial D(r) akan dilakukan sebagai berikut. Dikarenakan d(r) akan menjadi 0 ketika bagian radial R memiliki sebuah noda, terdapat ( n-l) titik-titik maksimum yang mana jumlahnya satu lebih banyak dibandingkan dengan jumlah noda untuk R. Nilai terbesar dari D(r) terletak pada nilai maksimum terluar. Jarak dari nilai terbesar rmax meningkat dengan meningkatnya n. rmax menunjukkan tempat di mana probabilitas untuk menemukan sebuah elektron sangat besar dan jarak ini memberikan ukuran kulit elektron, ukuran atom dan juga panjang ikatan.
Marilah kita menurunkan rumus untuk D(r). Integrasi dari D(r) dari 0 ke ∞ harus sama dengan probabilitas untuk menemukan elektron dalam seluruh ruang yang merupakan nilai integrasi dari kuadrat dari fungsi gelombang Ψ pada seluruh daerah dalam ruang 3 dimensi. Nilai ini harus merupakan nilai yang finit disebabkan oleh persyaratan normalisasi. Dengan demikian,
(2.26)
Gambar 2.4 Fungsi distribusi radial D(r) = r2R2n,l.
Gambar 2.5. Elemen volume dv = r2 sin θdφdθdr untuk koordinat polar.
(2.27)
Harus dicatat bahwa jangkauan dari integrasi adalah dari 0 ke 2π untuk φ, dari 0 ke π untuk θ, dan dari 0 ke ∞ untuk r. Dengan memasukkan penggantian ini dalam sisi bagian kanan pada persamaan (2.26) dan membandingkannya dengan sisi sebelah kiri, kita mendapatkan rumus untuk D(r) dengan proses integrasi berikut.
(2.28)
Berikutnya, penggantian untuk Ψ dengan sebuah produk dari bagian radial R akan memberikan sebuah integrasi untuk bagian sudut dari Y terhadap sudut-sudut θ dan φ, yang juga sama dengan kondisi normalisasi untuk fungsi harmonik sperikal Y.
(2.29)
Dengan demikian kita akan mendapatkan sebuah rumus untuk D(r) sebagai berikut.
(2.30)
Contoh 2.3 Carilah D(r) untuk fungsi gelombang 1s dari sebuah atom hidrogenik.
(Jawaban) Fungsi gelombang 1s untuk atom hidrogenik diberikan sebagai berikut
Dengan menggunakan bagian radial dari fungsi gelombang ini dan persamaan (2.30), fungsi distribusi radial D(r) dinyatakan sebagai berikut
< img src="images/kuantum/kuantum02_02x.jpg" border="0" alt="" width="102" height="34" />
Di sini
Jelas terlihat dari diferensiasi pada persamaan ini bahwa nilai maksimum dari D(r) terletak pada r = a0 / Z . Dalam kasus sebuah atom hidrogen (Z = 1), jarak untuk nilai maksimum sama dengan a0, dan ini hampir sama dengan radius Bohr aB.

2.2.5 Garis-garis kontur

Beberapa alat diperlukan untuk merepresentasikan fungsi gelombang atomik karena mereka adalah fungsi-fungsi dalam koordinat 3 dimensi. Sebagai contoh, garis-garis kontur dapat digambarkan pada sebuah bidang untuk Ψ atau |Ψ|2 pada nilai yang sama (Gambar.2.6).
Gambar 2.6 Garis kontur untuk Ψ dan |Ψ|2.
Karena orbital s memiliki simetri sperikal, garis-garis melingkar yang rapat akan digambarkan untuk setiap bidang. Di samping itu orbital, px, py, dan pz memiliki simetri aksial yang berkaitan dengan sumbu kartesian dan dengan demikian nilai terbesarnya akan muncul sebagai sebuah pasangan dari titik-titik pada sumbu-sumbu pada posisi simetrisnya. Tanda dari fungsi p untuk pasangan-pasangan titik ini saling berlawanan satu dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan setiap fungsi p berubah tandanya terhadap refleksi dalam bidang termasuk titik awal dan berada pada posisi vertikal terhadap sumbu, Ψ = 0 dalam bidang. Dengan kata lain, setiap fungsi p memiliki sebuah bidang noda yang tegak lurus terhadap sumbu.